Klik pada tajuk di bawah untuk ke laman sebenar
#THEVAFILES: RANGKAIAN KARYA YANG MENJALIN ‘GUERNICA’: PAMERAN GUERRA I PAU, PICASSO MUSEUM, BARCELONA (2004)
Kota kecil Guernica, Spanyol, 26 April, 1937. Suatu siang cerah pada musim semi di hari Senin, hari pasar. Penduduk kota memenuhi alun-alun menjalani kesibukan mereka di awal minggu. Di sela hiruk pikuk keramaian sayup-sayup terdengar dengungan dari kejauhan di langit. Kemudian, satu demi satu baying-bayang pesawat terbang datang. Dan tak lama setelah itu, terdengar dentuman dahsyat.
Pasar itu terbakar dalam nyala api, bersama orang-orang yang ada di dalamnya. Panik pun melanda. Kemudian dentuman demi dentuman menyusul. Menghancurkan rumah-rumah, gereja, toko-toko. Di akhir senja itu, Guernica kota tua yang menyimpan sejarah tertua kaum Basque itu tinggal puing, abu dan asap, dengan mayat-mayat penduduk yang bergelimpangan di mana-mana. Sekitar 1.650 penduduk dari populasi 7.000 di kota itu tewas dan hampir 1.000 lainnya luka parah.
Serangan pesawat pembom Nazi Jerman ke Guernica di Spanyol adalah salah satu trgaedi yang menjadi contoh terburuk kebiadaban Nazi selain, tentu saja, holocaust, yang memakan jutaan nyawa orang Yahudi di Eropa. Saat ini Spanyol sedang dilanda perang saudara antara gerakan militer Franco yang fasis dengan kaum Basque, suku etnis minoritas di Spanyol yang mencoba untuk merdeka. Pemboman Guernica dilakukan hampir tanpa alasan kuat, karena tak ada basis militer di dalam atau di sekitar wilayah kota tersebut.
Satu-satunya alasan adalah bahwa Hitler saat itu merupakan aliansi Franco yang membantunya untuk menekan tentangan para pemberontak, dan Nazi Jerman saat itu pun sedang giat berusaha menggencarkan perang di Eropa. Tindakan pemboman tersebut adalah sekadar sebuah pernyataan kekuasaan, dengan menghancurkan situs yang telah menjadi simbol sejarah dan identitas kaum Basque di negara itu. Guernica adalah sebuah tumbal.
Kini, orang mengenang tragedi berdarah itu terutama melalui salah satu karya masterpiece dari seniman Spanyol legendaris, Pablo Picasso, yang diberi judul sesuai dengan nama kota tersebut,Guernica (1937). Lukisan mural sebesar 3,5 x 7,5 meter itu merupakan buah tangan Picasso yang menjadi monument bagi kematian dan penderitaan para korban di Guernica, sekaligus juga merepresentasikan kemarahan dan kepedihan dirinya serta rakyat Spanyol akan terjadinya peristiwa tersebut.
Guernica sendiri juga merupakan simbol momentum perjalanan karier Picasso sebagai seniman. Melalui Guernica, Picasso sekaligus menyatakan keterlibatannya secara politis sebagais eorang seniman yang menjadi bagian dari rakyat Spanyol. Sebelumnya bisa dikatakan bahwa Picasso tidaklah pernah sepenuhnya menyentuh wilayah politik dalam karya-karyanya, proses berkesenian dianggapnya sesuatu yang terpisah dari wilayah-wilayah realistis seperti sosial politik.
Pada awal 1937, Picasso menerima komisi dari pemerintah Spanyol untuk membuat mural yang akan ditampilkan di Paris World Fair. Sebelumnya ia hanya berpikir untuk membuat karya dengan tema non-politis seperti karya-karya pelukis dan modelnya yang terdahulu. Namun niatnya berubah drastis ketika tragedi Guernica terjadi, dan saat itulah dimulai masuknya Picasso dalam wilayah politik, baik secara artistik maupun dalam arti sebenarnya.
Proses pembuatan Guernica begitu detail. Sebelum eksekusi penciptaan mural Guernica, Picasso melakukan berbagai studi dan membuat karya-karya persiapan untuk masing-masing figur dan simbol yang akhirnya dihadirkan di Guernica. Deformasi kubisme yang menjadi ciri dan inti eksplorasi kreatif Picasso menjadi begitu kontekstual dengan tema ini, sebagaimana terlihat objek-objek yang termutilasi, memancarkan penderitaan dan kematian.
Rangkaian karya-karya ini menjadi satu serial tersendiri, Guerra I Pau, atau War and Peace (Perang dan Damai). Dan serial karya inilah yang sedang dipamerkan di Museum Picasso, Barcelona, Spanyol di ruang pameran temporer, dimulai dari awal Mei sampai akhir September 2004. Mural Guernicasendiri amsih disimpan di museum Reina Sofia, Madrid. Disini pengunjung dapat melihat perjalanan pikiran Picasso yang terinspirasi oleh tragedi Guernica, serta setiap penggalian simbol dan tanda visual beserta eksplorasi-rupanya yang tersebar di hampir 50 karya lukisan, sketsa, dan litografi, juga foto-foto tahapan eksekusi pembuatan mural Guernica yang didokumentasikan kekasih Picasso saat itu, Dora Maar.
Puluhan lukisan dan sketsa menampilkan studi bentuk Picasso akan obyek-obyek yang kemudian muncul di mural Guernica, seperti rangkaian lukisan Weeping Woman dan Mother with Dead Child,yang menggambarkan penderitaan serta kematian korban-korban di Guernica. Studi ini juga merefleksikan simbolisme yang digunakan Picasso, yang sedikit banyak juga merujuk pada spritualisme Kristiani, tentang pengorbanan (martir) dan kepedihan seorang ibu akan anaknya yang tewas (seperti dalam Pieta karya Michelangelo).
Simbolisme ini juga digabungkan dengan penanda-penanda lainnya yang diambil dari kultur Spanyol, seperti banteng yang melambangkan Spanyol, dan kuda terluka yang menggambarkan penderitaan manusia. Di beberapa lukisan studi dan litografi pun terlihat figure minotaur, mahluk mitologis berbentuk manusia berkepala banteng. Sosok banteng, baik dalam rangkaian karya studi ini mau pun dalam mural Guernica dihadirkan secara enigmatis oleh Picasso, apakah sebagai lambang semangat yang melindungi bangsa Spanyol, atau kekejaman kekuasaan yang angkuh dan menghancurkan, atau simbol kebesaran negeri itu yang terancam oleh perang saudara dan penderitaan yang bertebaran di sekelilingnya?
Di samping itu, terdapat juga karya-karya karikatur yang dikerjakan dengan litograf seperti karya satir Dream and Lie of Franco, dan Lysistrata, yang menggambarkan kisah legenda karya dramawan Aristophanes, tentang perjuangan para wanita dalam upaya menghentikan perang di masa Yunani kuno. Di ruang pameran yang terpisah, terdapat serial karya Picasso yang menggambarkan perdamaian, dengan sketsa-sketsa dan litograf beragam merpati dalam berbagai rupa, salah satunya terlihat begitu terderformasi dengan mata membelalak seperti terancam. Hadir pula poster-poster merpati perdamaian yang dibuat oleh Picasso untuk Congress of the National Movement for Peace,Mei 1962.
Dalam pameran ini, pengunjung juga dapat menyaksikan dokumentasi pemboman Guernica pada tahun 1937 dan juga cuplikan-cuplikan liputan serta reaksi akan tragedi tersebut yang dibuay tak lama setelah peristiwa itu terjadi. Pada satu dinding tercantum kutipan pernyataan Picasso yang menjelaskan sikap politisnya sebagai seniman dan juga penentangannya terhadap Franco.
“Pergelutan bangsa Spanyol adalah sebuah perjuangan melawan reaksi yang menentang rakyat, menentang kebebasan. Seluruh hidupku sebagai seniman tidaklah lebih dari sebuah pergelutan melawab reaksi dan kematian seni. Bagaimana orang dapat berpikir bahwa aku dapat menyerah oleh reaksi dan kematian? […] Di planet yang sedang aku kerjakan yang akan aku namai Guernica,dan di semua karya seniku yang terakhir, aku secara tegas menyatakan perkawananku terhadap kasta militer yang telah menenggelamkan Spanyol ke dalam lautan penderitaan dan kematian … “
Maka pernyataan itu pun secara tegas menyimpulkan proses kreatif yang dijalani Picasso selama pembuatan Guernica, sebagai sebuah alarm dari program penentangan perang dan fasisme yang dicanangkannya sebagai seorang seniman. Picasso yang kemudian harus melawan sensor dan tekanan selama bertahun-tahun pada akhirnya baru bisa memamerkan Guernica di tanah airnya setelah berakhirnya rezim Franco, dan Guernica sendiri baru dapat dibawa ke Museum Reina Sofia pada 1981, setelah mangkatnya Franco dan berubahnya situasi politik di Spanyol ke arah yang lebih demokratis.
Guernica sendiri akhirnya menjadi salah satu mahakarya dengan tema perang paling terkenal di dunia seni rupa modern. Karya itu juga menandai gejolak yang terjadi di periode paruh pertama abad ke-20, pemikiran tentang seni rupa dan fungsi politiknya serta posisi dan pensikapan seniman di tengah dunia di sekitarnya. Dunia yang menjadi inspirasi bagi karya seni, dan bagaimana karya seni dapat menjadi sebuah memorandum dari sebuah saat ketika kedamaian bagaikan mencari setitik air di padang gurun yang hanya terisi oleh kekerasan, penderitaan, dan perang. Satu hal yang mungkin masih terulang terlihat di mana-mana bahkan hingga hari ini. [ ]
Keterangan : Artikel ini termuat di Majalah Seni Rupa Visual Arts Edisi Agustus /September 2004. Rubrik Profile, Halaman 020 - 023.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan